Senin, 26 November 2012

Desa Wisata di Yogyakarta

KEBIJAKAN POLITIK DESA WISATA TANJUNG, YOGYAKARTA A. Kebijakan Pembentukan Desa Wisata Tanjung Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki keindahan yang cukup menarik, sehingga menjadi modal dasar dalam pengembangan sektor pariwisata. Sebagin besar propinsi yang ada di Indonesia telah menjadikan pariwisata sebagai sektor andalan untuk memajukan daerahnya. Salah satu propinsi yang menjadikan pariwisata sebagai potensi unggulan adalah Yogyakarta yang saat ini memiliki desa wisata berjumlah 42 desa wisata. Salah satunya adalah Desa Wisata Tanjung. Kebijakan atau pengesiatif awal pembentukan desa wisata tanjung berasal dari masyarakat. Tokoh penggerak pertama adalah Hasbullah Ashari dari Tour in Travel. Pemikiran kritis dan sederhana yang di coba lontarkan oleh Hasbullah ternyata melahirkan respons posetif di masyarakat bahwa pada hakekatnya masyarakat desa itu seharusnya kaya, karena pola hidup, budaya, potensi alam, dan apa yang ada di desa bisa di kembangkan dan layak untuk dijual sehingga sudah waktunya masyarakat desa pun bisa menikmati dolar. Gagasan seperti ini bisa di dengar diberbagai kesempatan seperti dialog dan diskusi serta di baca di berbagai buku-buku yang menganalisis tentang masyarakat desa. Namun, gagasan tersebut hanya sebatas ide yang tidak mampu mempengaruhi masyarakat. Karena ide hanya sebatas ide jika tidak di dorong oleh kaum elit, intelektual, dan para akademisi ke masyarakat. Masyarakat tidak mampu untuk merumuskan konsep, tetapi bisa menghayati konsep. Hasbullah dengan gagasan sederhananya mampu mendorong masyarakat untuk berani mengambil keputusan bersama untuk membentuk desa wisata tersebut. Potensi desa tanjung cukup beragam seperti pohon-pohon besar yang bisa dijadikan atraksi, sawah yang sangat luas, kemampuan untuk membatik, kebudayaannya dan potensi lainnya yang semuahnya bisa dijadikan sebagai modal guna mengembangkan desa wisata. Keinginan masyarakat tersebut kemudian direspon oleh pihak pemerintah khususnya Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman. Pembentukan desa wisata tanjung tidak memperoleh legitimasi berupa Surat Keputusan dari instansi terkait. Tetapi legitimasi yang diberikan tidak secara tertulis, dan yang dimiliki oleh desa tanjung hanyalah Akta notaris. Alasan tanpa SK cukup sederhana, bahwa pembentukan desa tanjung sebagai desa wisata adalah keinginan besar masyarakat, sehingga masyarakat tidak lagi membutuhkan legitimasi tertulis dari pemerintah daerah. Selain itu, di Desa Wisata Tanjung tidak ada aturan tertulis untuk mengatur tentang desa wisata tanjung, yang dimiliki oleh pengelolah hanyalah profil serta Visi dan Misi dan akta notaris sedangkan aturan yang baku untuk tata kelolah desa wisata tidak dimiliki. Sehingga dalam proses pelaksananya, sebagian besar dilakukan bersama dalam mensukseskan setiap program tersebut dengan dikontrol oleh pengurus inti di desa wisata tanjung. B. Peran Pemerintah dalam Pengembangan Desa Wisata Kebijakan pengembangan desa wisata di Kabupaten Sleman secara umum dan desa wisata Tanjung khususnya dilakukan dengan baik. Berbagai program tersebut tidak terlepas dari aturan atau kebijakan tertulis seperti Dokumen Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPD) Kabupaten Sleman pada tahun 1998 yang menjadi sebuah pedoman untuk memajukan dan mengembangkan Desa Wisata yang ada di Kabupaten Sleman. Di tahun 2000, muncul berbagai Desa Wisata dengan visi yang berbeda. Desa wisata di Sleman sebagian besar lahir atas pengisiatif masyarakat kemudian didukung oleh pemerintah kabupaten dan propinsi DIY. Di berbagai desa wisata, Pemerintah kabupaten sleman memainkan peran penting dalam pengembangan dan tata kelolah desa wisata tersebut. Peran ini berupa pemberian modal dan pengadaan fasilitas untuk melengkapi dan memenuhi kebutuhan yang ada di desa wisata tersebut. Keterlibatan pemerintah daerah yakni Kabupaten Sleman dalam pengembangan desa wisata tanjung dan desa wisata yang ada di Kabupaten Sleman di sesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Daerah No 7 Tahun 2005 tentang RPJP 2006-2025 dan peraturan Bupati Sleman No 14/Per.Bup /2005 tentang RPJM 2005-2010 Kabupaten Sleman memutuskan bahwa pengembangan pariwisata di setiap desa harus berdasarkan potensi, permasalahan, kebutuhan, dan aspirasi masyarakat. Jika RPJP Kabupaten sleman di baca secara khusus lagi maka digariskan bahwa dengan keberadaan desa-desa wisata di kabupaten sleman bisa diandalkan sebagai salah satu sektor pemacu pertumbuhan ekonomi masyarakat. Karena dengan keberadaan desa wisata, maka ekonomi masyarakat akan mengalami peningkatan. Ada beberapa program atau kegiatan yang perna dilakukan oleh pemerintah kabupaten Sleman di desa wisata tanjung yakni : 1. Pelatihan dan Pembinaan di Desa Wisata Tanjung Setelah desa wisata Tanjung dipromosikan sebagai salah satu desa wisata di Sleman, maka pemerintah dan lembaga-lembaga terkait melakukan pelatihan dan pembinaan pengembangan Sumber Daya Manusia guna meningkatkan pengetahuan masyarakat di desa wisata terkait dengan seluk-beluk, cara pengelolahan dan mengembangkan desa wisata tanjung. Sejak dibentuk tahun 2009 sampai saat ini, setiap 6 (enam) bulan dilaksanakan pelatihan dan pembinaan kepada masyarakat di desa Tanjung. Kegiatan pelatihan tersebut diikuti oleh pengelolah desa wisata dan masyarakat di desa tanjung secara umum. Metode pelatihan yang diterapkan berupa, penyuluhan dengan praktek secara langsung. Pelatihan yang dilakukan di desa tanjung dimulai sejak tahun 2010, 2011 dan 2012. Dengan berbagai bekal ilmu pengetahuan yang diperoleh selama pelatihan dan pembinaan tersebut diharapkan agar mereka mampu mengaplikasikan ilmu tersebut ketika ada kunjungan wisatawan baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan domenstik ke desa wisata tanjung. Pada bulan juli tahun 2010, pelatihan dilaksanakan di Desa Wisata Tanjung, Desa Wisata Sukunan, dan Desa Wisata Garongan. Narasumber yang memberikan materi pelatihan didatangkan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, dari Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM, Forum Komunikasih Desa Wisata, dan beberapa praktisi desa wisata lainnya. Materinya seperti menajemen pengelolahan desa wisata, arah pengembangan desa wisata, tekhis autbond, cara menyambut tamu yang baik, dan bagaimana menyaring budaya luar yang dibawah oleh wisatawan tersebut. Karena paradigma lama yang masih dianut oleh sebagian masyarakat saat ini yang cenderung memandang bahwa pariwisata akan merusak kebudayaan lokal, tetapi paradigma moderen lebih berorientasi positif bahwa pariwisata membutuhkan pengelolahan yang baik sehingga bukan budaya lokal yang mengalami kepunahan, tetapi budaya lokal akan bangkit kembali di tengah perkembangan pariwisata. Berbagai materi diatas diberikan dengan tujuan agar masyarakat tidak terpengaruh dengan kebudayaan luar yang dibawah oleh wisatawan tersebut. Materi pelatihan dan pembinaan tidak terlepas dari kebutuhan yang ada di desa wisata tersebut, seperti bagaimana cara menyambut tamu dengan baik, berkomunikasih dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar dan cara mengenalkan potensi desa kepada wisatwan, pendidikan membatik, dan membuat berbagai macam souvenir. Materi-materi seperti ini diberikan dengan harapan agar masyarakat di desa tanjung bisa terinspirasi untuk mengembangkan dan mampu memaksimalkan potensi yang ada di desanya. Karena selama ini, sebagian besar masyarakat desa belum mengetahui bahwa kebudayaannya, potensi alam yang ada di desanya, adalah harta yang tak ternilai yang dimilikinya, dan jika ini dikembangkan dengan baik, maka kehidupan masyarakat desa akan semakin baik. 2. Fasilitas dan Promosi Pengembangan Desa Wisata Desa wisata yang ada di Kabupaten Sleman yang setiap tahun semakin bertambah dan sampai saat ini berjumlah 42 desa wisata, maka pemerintah merespon dengan memberikan fasilitas pengembangan desa wisata, dengan tujuan untuk memperdayakan masyarakat dan warga yang ada di desa wisata tersebut. Selain itu, kebijakan pengadaan fasilitas ini diharapkan membawa output pada semakin banyaknya kunjungan wisatawan ke desa wisata di Kabupaten Sleman. Sejak di bentuk desa wisata Tanjung, peran pemerintah cukup signifikan, peran tersebut berupa pembuatan papan data, serta profil desa wisata, selain itu promosi seperti pembuatan leaflet, booklet, travel dialog dan pameran dan festival serta pembuatan papan nama, papan informasi, dan petunjuk arah desa wisata. Semuah ini dilakukan untuk mengembangkan dan mempromosikan desa wisata Tanjung ke berbagai daerah bahkan global. C. Konflik Laten di Desa Wisata Tanjung Dalam suatu masyarakat, konflik sering terjadi. Tidak ada masyarakat yang selamanya aman dan damai, konflik akan selalu mengiringi setiap proses perkembangan dan kemajuan masyarakat. Tetapi konflik tidak hanya berdampak negatif, tetapi juga berdampak positif. Karena dibalik konflik tersebut, masyarakat akan terbuka wawasanya dan bertambah pengetahuanya dalam memahami setiap fenomena hidup yang terjadi sehingga mampu melahirkan solusi yang lebih kritis dan bijaksana. Dalam konteks ini, di Desa Tanjung, salah satu desa wisata yang menyandang predikat desa wisata terbaik kategori berkembang se-Kabupaten Sleman tahun 2010, ternyata tetap menyimpan potensi konflik. Beberapa tahun lalu, desa wisata Tanjung dikelolah oleh dua kepengurusan. Satu pengurusnya bernama Tanjung Wisata, dan kepengurusan yang satunya adalah Dewita. Konflik dingin tersebut terjadi hanya karena perbedaan persepsi antara kepengurusan Tanjung wisata dengan Dewita, yang masing-masing memegang pendapat yang berbeda tentang siapa yang berhak untuk mengelolah desa wisata tersebut. Kepengurusan Dewita menganggap bahwa mereka yang layak untuk menggunakan nama Tanjung Wisata dan mengelolah desa tersebut. Namun pada sisi yang lain kepengurusan Tanjung Wisata merasa kecewa atas ketidaktransparansi kepengurusan Dewita dalam pengelolahan keuangan desa. Dewita mengelolah Tanjung dengan tiga padukuhan sedangkan Tanjung wisata fokus pada pengelolahn Desa Wisata Tanjung dengan basis Padukuhan Banteran. Perbedaan kepengursan yang berujung konfik dingin tersebut tidak berlangsung lama, karena pada bulan Juni tahun 2009 kepengurusan Wisata Tanjung membentuk desa wisata tersendiri dengan diberi nama Desa Tanjung dan sampai saat ini, yang mengelolah desa wisata tanjung adalah masyarakat tanjung sendiri, dan pengurus yang satu yakni Dewita tidak lagi aktif dan dianggap mati. Selain dualisme kepemimpinan yang melahirkan konflik laten tersebut diatas, juga ada permasalahan yang membutuhakn menajemen yang baik, jika tidak maka akan melahirkan kecemburuan sosial dan berakhir pada konflik di masyarakat. Salah satu permasalahan tersebut seperti penempatan wisatawan di homestay. Dimana desa wisata Tanjung memiliki 40 homestay, jika banyak wisatawan yang datang dan berkeinginan untuk menempati homestay, maka pihak pengelolah yang menentukan homestay mana yang harus ditempati. Sedangkan jika wisatawannya sedikit, maka pengelolah memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk memilih sendiri homestay mana yang harus mereka tempati. Selain itu, di desa Tanjung ada homestay yang pemiliknya beragama Kresten, maka untuk menghindari kecemburuan dan konflik di masyarakat, sebelum para wisatawan memilih homestay mana yang harus ditempati, mereka juga diberitahukan tentang agama di masyarakat tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari konflik di masyarakat. D. Stakeholders di Desa Wisata Tanjung Di Desa Tanjung sebagai desa wisata di Kabupaten Sleman, mengalami peningkatan dalam konteks networking dari para pemangku kepentingan (stakeholders) secara efektif khususnya dalam pemasaran dan pengelolahanya, selalu berperan dan ikut bersama mengembangkan serta memasarkan desa wisata Tanjung. Stakehorders yang ada di Desa Wisata Tanjung seperti Kelompok Sadar Wisata, masyarakat secara umum, pemerintah propinsi DIY dan Sleman, BI, Dinas Parikanan, Pertanian, serta PNPM Mandiri pariwisata yang masa kontraknya dengan Desa Tanjung akan berakhir pada tahun 2015, serta Badan Promosi Pariwisata Indonesia (BPPI) dan juga Forum Komunikasih Desa Wisata Kabupaten Sleman. Kelompok Sadar Wisata bersama masyarakat dan para pengurus desa wisata Tanjung mengembangkan jaringan ke berbagai organisasi sosial dinas pemerintahan yang bergerak dalam dunia pariwisata untuk ikut memberikan dukungan baik moril maupun materi untuk kemajuan desa wisata Tanjung. Setelah dibentuk pada tahun 2009, masyarakat dan para pengurus membangun jaringan kerja sama dengan berbagai organisasi dan lembaga terkait seperti yang disebutkan di atas. Dan kerja sama antara jaringan tersebut sampai saat ini masih tercipta dengan baik dan terus mengalami peningkatan, karena Desa Wisata Tanjung semakin terpromosikan ke berbagai daerah di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar