Senin, 26 November 2012

Wisata Bencana di Lereng Merapi

REVIEW II EKOWISATA “BENCANA” KAJIAN WISATA DI LERENG MERAPI Penulis : Heddy Shri Ahimsa-Putra Oleh : Ajuar Abdullah Wisata bencana adalah salah satu wisata yang banyak menimbulkan kontraversi karena terkesan tidak etis. Karena wisata bencana identik dengan bersenang-senang di atas penderitan orang lain. Dalam artikel ini, Prof Heddy mengatakan bahwa berbagai kontraversi bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di Amerika Serikat, seperti di daerah Carolline yang paling rusak tersapu oleh badai. Di indonesia munculnya konsep wisata bencana berawal dari gempa bumi yang memporakporandakan sejumlah desa di Bantul, Yogyakarta dan juga Klaten beberapa tahun lalu dan juga meletusnya gunung merapi yang sempat menewaskan salah satu juru kunci yang pada sebelumnya sempat menjadi sala satu pablik figur karena selamat dari letusan merapai sebelum letusan dasyat di tahun 2010. Keberadaan gunung merapai sebagai bekas sebuah gunung yang meletus, menjadi daya tarik tersendiri. Penelitian ini, menampilakn realitas yang muncul dikawasan sekitar desa Umbulharjo, kecematan cangkringan di lereng gunung merapi. Sebagian besar orang berbondong-bondong untuk mengunjungi desa tersebut untuk menyaksikan dampak kerusakan akibat letusan gunung merapi. Kawasan Umbulharjo sebelum letusan adalah salah satu desa atau kawasan terlarang dan berbahaya, namun pasca letusan berubah menjadi sebuah kawasan yang penuh dengan pengunjung dari berbagai daerah bahkan luar negeri. Desa Umbulharjo kemudian ramai menjadi pusat perhatian orang. Namun kedatangan wisatawan tersebut selain menjadi sebuah berkah tetapi juga menjadi masalah. Hal ini dikarenakan muncul berbagai problem seperti temat parkir, WC dan rumah makan dan juga fasilitas dan menajemn desa tersebut sehingga menjadi tempat yang nyaman untuk para pengunjung. Untuk merespon perubahan tersebut, maka penelitian yang dilakukan oleh Prof Heddy ini sangat penting untuk mengetahui bagaimanakh pengetahun masyarakat untuk merespon perubahan tersebut? Untuk mengetahui fenomena perubahan budaya tersebut, maka penulis menggunakan kerangka teori Etnosains yang berasumsi bahwa setiap orang, individu memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda mengenai hal yang sama. Satiap individu adalah khas, baik dalam pandangan-pandangannya, nilai-nilai maupun norma yang dianutnya, maupun dalam pola-pola prilaku sehari-hari. Namun, perbedaan pendapat tersebut juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan dimana masyarakat dengan segenap norma dan aturan ynag berlaku mempengaruhi pikiran individu dengan jalur komunikasih. Dengan menggunakan paradigma etnosains, sebagain besar ahli antropologi kini menyadari bahwa data dan cara analsisi mereka harus berbeda. Sehingga muncul berbagai nama-nama yang ditunjukan kepada etnosains, seperti “The New Ethnography” dan berbagai nama lainnya. Dalam artikel ini, peneliti menganalisis fenomena respon kepariwisataan pendduk Desa Umbulharjo-terutama penduduk Padukuhan Plemsari dan Pangukrejo terhadap ketangan wisatawan yang begitu banyak dalam waktu bersaman. Dengan berbagai objek wisata yang ditimbulkan akibat letusan merapi menimbulkan respon dimasyarakat . menurut Prof Heddy, respon inilah yang akan memberikan mereka keuntungan dari kedatangan wisatawan tersebut. Fenomena respon untuk mengembangakn pariwisata di desa tersebut adalah etnowisata yang berati sebagai perangkat pengetahuan dan aktivitas yang muncul dan dikembangkan oleh suatu masyarakat berdasarkan atas pengetahuan dan pemahaman mereka mengenai situasi dan kondisi yang dihadapi untuk menyambut dan melayani para wisatawan yang mengunjungi desa tersebut. Inilah yang memposisikan cara pandang yang lebih rasional bahwa bencana bukan hanya dilihat secara negatif, tetapi juga bencana bisa dilihat secara positif yakni sebagai peluang untuk mengembangkan pariwisata. Dengan perkembangan paiwisata tersebut, bisa membantu masyarakat di desa tersebut untuk melakukan pembangunan kembali desanya dan memperbaiki kehidupanya kembali. Desa Umbulharjo terletak di lereng gunung berapi bagian selatan. Secara adminitrasi desa ini merupakan salah satu desa di kecematan Cangkringan, kabupaten Sleman yang terletak diwilayah DIY. Sebagian besar tanah digunakan untuk sawah, ladang, bangunan dan juga jalan serta bantaran kali. Selain itu, penggunaan lahan diperuntukan untuk kebutuhan. Mata pencarian masyarakat di desa Umbulharjo umumnya menjalankan usaha peternakan sapi, pertanian, perikanan dan juga hutan rakyat. Masyarakat di desa tersebut yang sebagian besar beragama islam hidup rukun dan berdampingan secara damai. Agama mereka diperkuat juga dengan tradisi masyarakat yang telah ada sejak turun temurun seperti upacara Labuhan. Sejak letusan merapi, muncul kebiasan baru yakni renungan. Meletusnya Merapi bukan berarti mematahkan semangat masyarakat desa, hal ini bisa dilihat dari aktifnya berbagai organisasi sosial seperti RT, RW, Karang taruna, arisan, kenduri, tahlilan. Organisasi ini aktif dengan tujuan untuk mebahas masalah yang ada di amsyarakat baru saja ditimpa bencena tersebut. Kini pasca letusan kondisi desa sudah semakin baik, dan banyak yang mengalami perubahan. WISATAWAN DI KINAHREJO DESA UMBUHARJO Menurut Prof Heddy, meletusnya merapi di tahun 2010 yang lalu merupakan salah satu peristiwa fenomenal di Indonesia. Sejak letusan tersebut, merapi banyak dikunjungi oleh masyarakat baik yang berasal dari Yogyakaarta, daerah lain, juga berasal dari luar negeri. Kedatangan mereka hanya untuk melihat akibat yang ditimbulkan dari peristiwa alam tersebut. Untuk merespon hal ini, masyarakat di Pelemsari, Pangukrejo mendirikan paguyuan Kinahrejo untuk mengelolah wisata didesanya. Sedangkan Tim Volcano Tour juga berperan mengelolah wisata Tiban. Pada awalnya, respon masyarakat hanya sebatas mengantarkan para pengunjung ke tempat yang ingin ditujuh, dengan menggunakan sepeda motor. Kehadiran ojek tidak terlepas dari fenomena ini. Setelah kehadiran ojek, selanjutnya masyarakat mendirikan warung-warung kinahrejo dan restoran kinahrejo. Respon ini diberikan dengan tujuan agar perekonomin masyarakat segerah membaik kembali seperti semula. Dengan kehadiran pengunjung yang semakin banyak, maka warga setempat memberikan kategorisasi pengunjung yaitu : wisnus, wisman, mapala dan relawan. Hubungan antara para mapala dengan warga setempat cukup bai, hingga mereka bersama mendirikan rumah mbah pujo yang dapat digunakan sebagai gardu volcano tour. Waktu kunjungan wisatawan ke desa kinahrejo dibagi menjadi dua yaitu ramai dan sepi. ETNOWISATA DI KINAHREJO DESA UMBULHARJO Pemandnagan alam yang ada di daerah Kinahrejo sangat mengagumkan, karena dengan puncak merapi dengan pemandnagan lahar disebelah utara yang begitu indah. Lenscap yang mengagumkan tersebut, menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatwan. Kedatangan para wisatwan untuk menikmati pemandnagan alam, menimbulkan respon dari warga setempat dengan menggas sebuah paguyuban yang diberi nama paguyuban Kinahrejo. Dengan paguyuban tersebut, masyarakat mengelolah pontesi yanga da di desa bersama dengan lembaga-lembaga terkait. Atraksi wisata yang ada di umbulharjo seperti bekas-bekas awan panas yang menerpa desa tersebut serta bekas lahar dingin yang menetupi sebagian besar areal disitu merupakan atraksi yang paling menarik. Selain itu juga, terdapat bekas reruntuhan rumah penduduk, harta benda, serta bekas tempat tinggal mbah Marijan. Berbagai atraksi wisata ini ada dikarenakan fenomena alam yang terjadi beberapa tahun lalu yakni melestusnya gunung Merapi. Dengan keberadaan berbagai objek wisata ini, maka untuk mengelolahnya, masyarakat setempat membuat paket wisata yang berdasrkan dengan pengetahuan mereka. Karena masyarakat setempat lebih mengetahui jenis-jenis wisatawan yang datang. Paket wisata yang dibuat sangat beragam sesuai dengan objek daya tarik yang ada di desa tersebut yang sebagian besar adalah berhubgngan dengan kebuadayan masyarakat, sehingga paket tersebut sering disebut dengan paket etnowisata. Dalam paket etnowisata tersebut, atrakasi yang tawarkan seperti rumah penduduk, rumah tokoh lokal, wisata trail, dan beberapa tempat yang dianggap penting seperti kuburan, daerah aliran awan panas, dan pos-pos informasi. Rute yang digunakan oleh para pengojek dari pos ojek menuju puncak Kinah selanjutnya ke rumah mbah maridjan. Selain itu, fasilitas yang tersedia seperti rumah ibadah, toilet umum, tempat parkir, dan juga tempat berjualan. Begitu juga dengan berbadagi bentuk layanan etnowisata seperti layanan jualan 1, jualan 2, dan juga layanan jasa antar pandu. KESIMPULAN Menurut penulis, ada beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian tersebut yaitu, pertama : masyarakat desa Umbulharjo mengalami kerusakan parah akibat letusan gunung berapai. Dampak yang ditimbulkan tersebut kemudian menjadi daya tarik wisata di desa itu, dan masyarakat merespn perubahan tersebut dengan baik. Kedua, perkembangan etnowisata dibangun berdasarkan pengetahuan masyarakat. Ketiga, fasilitas yang disediakan masih jauh dari baik, sehingga penataan ruang masih jauh dari harapan. Keempat, aspek pelayanan terhadap para wisatawan terutama wisatawan asing kurang baik, karena kendala pada bahsa. Kelima, belum ada rancangan program jangka panjang yang dilakukan oleh maysarakat untuk mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi. ANALISIS KRITIS Berdasarkan hasil penelitian ini, maka ada beberapa catatan yaitu : Kelebihan Ada beberapa kelebihan yang ada dalam tulisan ini yaitu : pertama bahwa point penting yang ada dalam tulisan ini adalah, penulis dengan sandaran teori etnosains mampu menggambarkan dan mendeskripsikan berbagai respon masyrakat terhadap perubahan yang terjadi akibat letusan gunung berapai dengan menggunakan kemampuan pengetahuan lokal masyarakat. Kedua, metode yang digunakan yakni deskripsi analisis sangat bagus dan layak untuk diterapkan dalam menganalisis perubahan masyarakat di lereng merapi. Ketiga, penulis menggabungkan antara metode kualitatif maupun kuantitatif dalam penelitian ini, sehingga data yang ditemukan dan diperoleh dilapangan danagt akurat. Hal ini seperti bisa dilihat dari angka-angka yang ada dalam jurnal ini yang bisa ditafsirkan dengan berbagai pendekatan. Keempat, penulis memuat dan menemukan hal-hal yang dianggap oleh sebagian orang cukup sederhana, tetapi bagi penulis sangat luar biasa jika dikaji dalam perspektif antropologi dimana terjadi perubahan pengetahuan atau perubahan budaya yang terjadi di masyarakat. Seperti sebelum meletus dan setelah meletus yakni munculnya paket wisata, karcis dan berbagai fasilitas yang ada di desa tersebut. Kelemahan Kelemahan yang ada dalam penelitian ini adalah pertama, sebagain kata-kata dengan penggunaan bahasa lokal tidak dijelaskan seperti wong jobo, wong asli, dan beberapa kata asing lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar