Senin, 26 November 2012

Review Artikel Pariwisata di Desa Wisata Brayut

REVIEW PARIWISATA DI DESA DAN RESPON EKONOMI : KASUS DUSUN BRAYUT DI SLEMAN, YOGYAKARTA Penulis : Heddy Shri Ahimsa-Putra (Antropologi Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada) Oleh : Ajuar Abdullah PENDAHULUAN Pariwisata adalah sebuah fenomena. Kalimat ini tidak terlepas dari realitas yang ada dalam dunia kepariwisataan saat ini yang penuh dengan paradoks. Baik berupa dampak negatif dari pariwista seperti ekonomi, sosial, budaya maupun dampak positif yang ditimbulkan dari pariwisata itu sendiri. Ada begitu banyak riset dari para ilmuan dari barat yang telah melakukan kajian terhadap dampak baik positif maupun negatif dari pariwisata. Namun indonesia, sebagai negara yang memiliki potensi wisata yang cukup berlimpah, kajian dengan pendekatan kritis masih kurang dilakukan. Sebagian besar penelitian yang dilakukan dengan pendekatan kuantitatif kurang memuasakan, karena yang dianalisis hanyalah gambaran kulit dari sebuah persoalan, sehingga substansi dari kehidupan masyarakat desa tersebut belum disentuh secara maksimal. Fenomena ini juga berlaku dalam berbagai kajian mengenai desa wisata yang ada di yogyakarta. Permasalahan yang dikaji masih seputar motivasi dibentuknya desa wisata, dan gambaran umum dari desa yang dikaji, sehingga roh dari desa wisata tersebut tidak terbaca ke publik. Padahal sangat urgen untuk menampilakan atau membahas permasalahan yang sebenarnya yang dihadapi oleh masyarakat di desa wisata. Salah satu penelitian yang dilakukan dengan pendekatan yang lebih kritis dan menyentuh persoalan di masyarakat adalah penelitian yang dilakukan oleh Prof. Heddy Shri Ahimsa Putra yang mencoba untuk menganalisis dan menjawab permasalahan yang terkait dengan desa wisata di Dusun Brayut seperti respon masyarakat terhadap kehadarian pariwisata, dan apakah respons tersebut telah memadai atau masih mengalami kekurangan? Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan yakni kualitaif-deskritptif dengan memakai paradigma antorpologi. Paradigma antropologi mencoba untuk mengasumsikan manusia memiliki kesadaran mengenai berbagai fenomena yang ada disekitarnya, baik fenomena sosial, budaya, politik dan ekonomi, dan bagaimana manusia merespons fenomena tersebut. Dalam artikel ini, teori yang digagas oleh Long (1977:129) yang dijadikan pisau analisis dari kebijakan atau keputusan manusia ketika berhadapan dengan fenomena yang ada. Teori Long yang secara langsung adalah seorang penganut aliran Interaksionisme simbolik sehingga cenderung mengasumsikan bahwa setiap orang atau aktor akan merespon berbagai fenomena yang ada disekitarnya, bebas untuk memilih pilihannya sendri, karena yang dihadapi oleh aktor adalah berbagai kemungkinan yang harus dipilih, dan juga berbagai pilihan tersebut memiliki akibat baik positif maupun negatif. Dengan pendekatan tersebut, dapat disimpulkan bahwa respons masyarakat di Dusun Brayut bisa didekati dengan metode pengambilan keputusan. Model-model yang dipakai seperti economic man dan juga rational man akan berhasil menjelaskan fenomena pengambilan keputusan yang ada di masyarakat. Sehingga aktorlah yang menjadi fokus penelitian ini. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DESA WISATA BRAYUT Untuk membaca kembali sejarah awal mula pembentukan desa wisata Brayut tidak terlepas dari peran aktor yakni salah satu warga dusun yang bernama Budi Utomo pada tahun 1990. Budi yang berlatar belakang sebagai dosen AKINDO dan pengajar di lembaga pendidikan bahasa Indonesia di Turi berkeinginan agar bisa membentuk sebuah wisata arternatif bagi orang asing. Sehingga untuk mewujutkan cita-cita tersebut, Budi kemudian membentuk yayasan yang diberi nama Yayasan ani-ani. Kegiatan dan cita-cita Budi sangat didukung oleh masyarakat setempat. Setelah melewati berbagai proses, maka pada tanggal 14 Agustus 2003, dusun Brayut ditetapkan menjadi desa wisata. Pembentukan desa wisata yang diawali dengan serangkaian kegiatan seperti festival kudapan dan minuman. Selanjutnya adalah pembentukan pengurus dan promosi desa wisata ke berbagai daerah dan negara. Perkembangan desa wisata tersebut mendapat dukungan banyak stakehorders seperti PNPM Mandiri, pemerintah Kabupaten Sleman, mahasiswa KKN, dan juga berbagai lembaga yang terkait dengan pariwisata. Dukungan dari berbagai stakehorders tersebut membuahkan hasil, dimana dari pembentukan sampai dengan tahun 2011, intensitas kunjungan wisatawan terus mengalami peningkatan. Dari hasil penelitian yang dirangkum dalam artikel ini menunjukan bahwa ada kunjungan wisatawan kadang kala mengalami penurunan, namun tidak berlangsung lama. Kategori wisatawan yang datang ke dusun Brayut cukup beragam, seperti mahasiswa, siswa SMA, SLTP, SD, TK dan juga wisatawan umum yang datang dengan berbagai tujuan seperti untuk belajar membantik, menari dan lain-lain. Untuk tetap menjaga kepuasan para wisatawan, maka pialang wisata dan pialang budaya sering dilakukan jika wisatawan yang mengunjungi desa wisata sangat banyak. Dengan keberadaan desa wisata tersebut, berbagai potensi yang ada di desa seperti kebudayaan, pertanian, tradisi, dan juga ruang publik dikormesalisasikan kepada para wisatawan. Usaha komersialisasi potensi desa seperti potensi budaya sudah tercipta sejak awal mula pembentukan Dusun Brayut sebagai desa wisata. Masyarakat dan pihak pengelolah desa berusaha untuk menggeser nilai budaya yang awalnya tidak memiliki nilai jual, kini bisa dikemas dalam bentuk paket dan dijual ke wisatawan. Namun dalam penelitian ini, ditemukan bahwa tidak semuah potensi desa dapat dikomersialisasi, karena sudah ada hal-hal yang sudah terbiasa untuk dijula, seperti belajar karawitan, belajar tari tradisional, belajar membatik, dan atraksi jathilan. Selain itu, komersialisasi juga terjadi dalam aspek pertanian, dimana membajak sawah, memanen padi dengan menggunakan ani-ani, menanam bibit-bibit padi, menjadi aktifitas yang menarik untuk para wisatawan yang berkunjung ke dusun tersebut. Karena kegiatan seperti itu, tidak ada di tempat asal wisatawan. Sedangkan untuk komersalisasi pada tradisi berlaku dalam tradisi Genduri (bahasa Jawa : kenduren, slametan) adalah upacara atau acara makan bersama yang dilakukan disaat melayakan atau memperingati suatu peristiwa penting. Namun komersalisasi yang dilakukan di Dusun Brayut bukan pada konteks ritualnya, tetapi cara duduk, makanan, wadah tempat makanan, yang dijual kepada wisatawan. Hal ini dilakukan karena genduri memiliki daya tarik tersendiri ketika diatraksikan di lapangan. Kehadiran pariwisata membuka sejuta peluang untuk mendapatkan uang. Hal ini seperti terlihat ketika muncul wisatawan maka pihak pengelolah harus menyediakan rumah atau kamar untuk wisatawan, disinilah muncul komersialisasi kamar. Homestay dengan berbagai aturan yang telah dilekatkan kepada para pemilik rumah tersebut, sehingga semuah proses pengelolah homestay berjalan dengan baik. Komersialisais juga terjadi pada lahan kosong yang ada di desa wisata brayut. Ketika kunjungan wisatwan baik domestik maupun mancanegara semakin banyak, maka dibutuhakn lahan kosong untuk dibangun tempat parkir kendaraan roda dua seperti sepeda motor dan kendaran roda empat seperti mobil, dan juga Bus dengan tujuan agar kendaraan yang masuk dari luar tidak mengganggu kenyamanan desa wisata tersebut. Parkir kendaraan terdiri dari tempat parkir sepeda motor, mobil dan juga kendaran jenis bus dengan uang bayar parkir yang berbeda yakni sepeda motor Rp. 2.000, Mobil Rp 5.000, dan juga Bus Rp 10.000. KESIMPULAN Pariwisata adalah sebuah fenomena yang baru di masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat di Dusun Brayut pada khususnya. Namun, karena ada kesadaran bahwa pariwisata bisa mendatangkan keuntungan ekonomi tersendiri pada masyarakat, sehingga masyarakat bisa beradaptasi dengan fenomena baru tersebut. Penelitian ini yang terfokus pada Dusun Brayut menunjukan bahwa respon masyarakat terhadap kehadiran desa wisata sangat efektif. Hal ini bisa ditunjukan bahwa Dusun Brayut masuk sebagai juara 1 pada lomba desa wisata se-kabupaten Sleman. Respon baik dari aspek ekonomi, sosial dan budaya tersebut bisa dilihat dari kebijakan komersialisasi budaya, tradisi, ruang publik, dan juga pertanian serta intensitas kedangan wisatawan yang setiap tahun terus meningkat. Selain itu, ada juga fenomena pialang budaya dan pialang wisata, semuah ini di lakukan untuk meningkatkan dan memajukan desa wisata tersebut. Namun, dari hasil penelitian ini, diperoleh data bahwa respon terhadap pariwisata ini masih digerakan beberapa orang saja, dan belum ada respon atau tanggapa secara umum yang diberikan oleh masyrakat. Tetapi terlepas dari itu semuah, bahwa respon masyarakat terhadap desa wisata sangat efektif, dan kendala-kendala yang dihadapi dilapangan, seperti modal, minat pada wirausaha, dan juga kedatangan wisatawan yang belum stabil, bisa di perbaiki dan kembangkan agar desa wisata Brayut kedepan semakin maju dan unggul. ANALISIS "Pemikiran penulis akan mati ketika tulisannya di baca orang" karena orang akan dengan cara berpikirnya masing-masing menginterprestasikan berbeda-beda mengenai tulisan tersebut. Bertolak dari ringkasan artikel yang ditulis oleh Prof Heddy Shri Ahimsa Putra tentang "Pariwisata di Desa dan Respon Ekonomi : Kasus Dusun Brayut di Sleman Yogyakarta", artikel yang mengkaji mengenai desa wisata Brayut dengan pendekatan metode partisipasi observasi dan wawancara mendalam. Sehingga menemukan dan mampu menjawab pertanyaan yang telah dirumuskan tersebut. Menurut saya, dalam konteks metode penelitian, dan landasan teori yang dijadikan rujukan sudah bagus. Namun, terlepas dari itu, ada beberapa hal yang patut untuk dikritisi dalam penelitian dan penulisan hasil penelitin ini. KELEBIHAN Ada kelebihan tersendiri yang di peroleh dari artikel ini yaitu, pertama : metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah partisipasi obeservasi dengan pendekatan antorpologi sangat bagus karena mampu menjawab rumusan masalah yang diajukan secara mendetail. Karena metode ini menekankan peneliti harus hidup bersama dengan masyarakat yang ditelitinya, sehingga bisa mengamati setiap waktu dan setiap hari. Pedekatan seperti ini, memungkinkan hasil penelitain yang diperoleh memuaskan. Selain itu, salah satu teori yang dirumuskan oleh penganut aliran interaksionisme simbolik yakni Long dijadikan oleh penulis sebagai pusau bedah untuk menganalisis fenomena respon masyarakat desa wisata Brayut terhadap pariwisata sangat layak, karena nalar berpikir teori Long sangat relevan untuk menganalisis cara berpikir, budaya dan berbagai aspek kehidupan yang ada di masyarakat dusun Brayut. Kedua, penulis berhasil mendeskripsikan secara mendetail berbagai kegiatan, aktivitas keseharian masyarakat dan respon-respons ekonomi, budaya, dan juga sosial yang ada di masyarakat desa di Dusun Brayut. KELEMAHAN Pertama Fenomena Komersalisasi, dari masalah yang dirumuskan, ada pertanyaan penelitian yang tidak terjawab secara lengkap yakni pertanyaan "apakah respon-respon tersebut berdampak posetif terhadap perkembangan pariwisata di dusun atau sebaliknya?" penulis hanya menjawab respon positifnya, bahwa kehadiran pariwisata direspon positif oleh masyarakat dengan mengkomersalisasikan ruang publik, kamar, budaya dan juga tradisi, serta pertanian, dan berpartisipasi di semuah bentuk program dan kegiatan yang dilakukan di desa wisata tersebut. Terbukti bahwa dengan respon positif masyarakat tersebut, Dusun Brayut berhasil masuk sebagai desa wisata terbaik dan mendapatkan juara 1 pada lomba desa wisata se-Kabupaten Sleman. Namun, peneliti tidak melihat atau mengkaji dampak dari berbagai kebijakan komersalisasi atau respon negatif masyarakat tersebut bagi kelangsungan budaya, tata ruang, dan juga berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dalam hasil penelitian ini menunjukan bahwa komersalisasi terhadap potensi desa yang dilakukan oleh masyarakat menunjukan bahwa tidak ada respon negatif dari masyarakat terhadap komersalisasi kebudayaan yang seharusnya dipertahankan. Padahal, jika komersalisasi budaya ini dibiarkan terus, maka budaya kehilangan nilai keaslianya, sekalipun sesuatu yang dikatakan asli itu tidak ada dalam kehidupan manusia, tetapi setidaknya, budaya tetap dipertahankan eksistensinya dan tidak diperjualbelikan. Karena jika diperjualbelikan, maka budaya dan tradisi tersebut kehilangan eksistensinya. Dampak negatif inilah yang tidak disoroti oleh penulis tersebut, padahal fenomena ini cukup penting, karena berkaitan dengan keberlanjutan kebudayaan kita ke depan. Kedua, pada sub bab Respon Ekonomi, Ekonomic Man dan Rational Man, penulis menjelaskan arti kata respon dan dampak, yang berbeda maknanya. Menurut penulis, respon adalah tanggapan, sedangkan dampak tidak dijelaskan artinya, namun yang diketahui bersama bahwa dampak adalah akibat dari satu keputusan. Namun yang diteliti oleh penulis hanyalah respon masyarakat, bagi saya jika responnya saja yang diteliti, maka bisa dikatakan penelitian ini tidak valid. Karena setiap respon melahirkan keputusan, dan setiap keputusan melahirkan dampak, baik dampak negatif maupun positif. Sehingga ketiga fenomena ini tidak bisa dipisahkan dalam menganalisis setiap persoalan di masyarakat. Karena, setiap orang akan tetap merespon sesuatu yang dilihat, dialami, sesuatu yang nyata didepan mereka. Apalagi penelitian ini menggunakan teori Long yang penganut aliran Interaksionisme Simbolik, bahwa manusia akan merespon setiap fenomena yang ada diluar dirinya, dan respon tersebut melahirkan keputusan untuk memilih kemungkinan yang ada. Namun setiap pilihanya, akan memiliki akibat atau dampak dari keputusanya itu. Maka salah satu kekuarangan yang ada dalam penelitian ini adalah peneliti tidak menganalisis dampak yang ditimbulakan akibat dari respon yang diberikan. Katiga, satu hal yang kadang tidak disadari oleh sebagian besar penulis adalah bahwa tulisan yang dibuat, akan dibaca oleh orang-orang dengan latar belakan sosial budaya yang berbeda-beda. Sehingga setiap kata asing harus diterjemahkan sesuai dengan pengetahuan penulis. Dalam konteks ini, ada sebagian kata asing yang ada dalam artikel ini tidak diterjemahkan seperti kata gobag sodor, bakiak, sepatu bathok egrang, karawitan, ani-ani, krasan, Keempat, penulis tidak konsisten dalam penggunaan kata, sekalipun kata tersebut mengandung arti yang sama, hal ini bisa diihat dari kata penginapan dan homestay. Jika kedua kata ini digunakan bergantian, seharusnya penulis menjelaskan bahwa kedua kata itu memiliki arti yang sama dan akan digunakan secara bergantian dalam penulisan artikel ini. Sehingga para pembaca awam tidak ikut bingung. Kelima, pada sub pokok bahasan tentang "Dusun Brayut Selayang Pandang" penulis membahas mengenai lingkungan sekitar dusun brayut, bahwa disebelah selatan dusun ini terdapat sebuah SMU negeri, sedangkan disebelah baratnya terdapat sebuah SMP negeri. Namun tidak dijelaskan nama sekolah SMU dan SMP tersebut, sehingga terkesan seperti sebuah tulisan novel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar